Sabtu, 03 November 2012

Permasalahan Pendidikan Matematika dan Alternatif Solusinya

Permasalahan Pendidikan Matematika dan Alternatif Solusinya

Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Sehingga pendidikan merupakan sesuatu yang mutlak didapatkan oleh setiap individu. Karena pentingnya pendidikan maka kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas pendidikannya. Pembelajaran di sekolah merupakan suatu bagian pendidikan yang penting untuk disoroti. Antara lain bagaimana proses pembelajaran berlangsung, seperti apa guru mengajar di dalam kelas dan aktifitas siswa di dalam kelas.
Matematika merupakan salah satu ilmu pendidikan yang utama karena matematika berperan dalam melengkap ilmu lainnya. Oleh karena itu pendidikan matematika menjadi salah satu pusat perhatian kualitas pendidikan di Indonesia sehingga munculah banyak upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan matematika. Ketika berbicara mengenai pendidikan maka pembelajaran adalah hal yang paling berkaitan dengan pendidikan. Dalam berlangsungnya proses pembelajaran sering sekali siswa menemukan objek yang bersifat abstrak terutama dalam pembelajaran matematika dimana abstrak merupakan salah satu karakteristiknya. Hal ini yang menyebabkan siswa merasa kesulitan dalam memaknai hal-hal yang abstrak kepada kehidupan nyata dan menyampaikan ide-ide dalam matematika baik secara lisan maupun tulisan. Menurut Jenning dan Dunne (Caray, 2010) mengatakan bahwa, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real.”
Berdasarkan permasalahan diatas guru dapat memfasilitasi siswa dengan mengembangkan bahan ajar berpendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yaitu dengan mengaitkan masalah matematika dengan lingkungan sehari-hari dan pengalaman nyata yang sering dialami sehingga siswa diajak berfikir bagaimana menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan dengan menggunakan pendekatan yang tidak abstrak lagi.
Menurut Freudenthal (Diyah, 2007) kegiatan RME dalam pembelajarannya di kelas, dimulai dari masalah kontekstual dan memberi kebebasan kepada siswa untuk dapat mendiskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual dengan caranya sendiri sesuai dengan pengetahuan awal yang dimiliki. Proses penjelajahan, penginterpretasian, dan penemuan kembali dalam RME menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal, yang diinspirasi oleh cara-cara pemecahan informal yang digunakan oleh siswa.
Matematisasi horizontal, berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Aktivitas yang dapat digolongkan dalam matematisasi horizontal antara lain: mengidentifikasi masalah, memvisualisasikan masalah dengan cara yang berbeda, mentransformasikan masalah dunia nyata ke masalah matematik, membuat skema,menemukan hubungan-hubungan dan keterkaitan,mengingat aspek-aspek yang serupa dalam masalah yang berbeda, merumuskan masalah nyata dalam bahasa matematika, dan merumuskan masalah nyata dalam model matematika yang telah dikenal.
Sedangkan matematisasi vertical berkaitan dengan proses pengorganisasian kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Aktivitas yang merupakan matematisasi vertikal contohnya: merepresentasikan hubungan-hubungan dalam rumus, menyesuaikan dan menggunakan model matematik yang berbeda, merumuskan model matematik, menghaluskan dan memperbaiki model, memadukan dan mengkombinasikan beberapa model, membuktikan keteraturan, dan merumuskan konsep baru matematika.
Berdasarkan kedua jenis matematisasi ini, dibuatlah pengklasifikasi pendekatan pendidikan matematika. Menurut Treffers (Zulkardi, 2008) klasifikasi pendidikan matematika berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal dibagi ke dalam empat type:
1.      Mechanistic, atau ‘pendekatan traditional’, yang didasarkan pada ‘drill-practice’ dan pola atau pattern, yang menganggap orang seperti komputer atau suatu mesin (mekanik). Pada pendekatan, baik horizontal dan vertikal mathematization tidak digunakan.
2.      Empiristic, dunia adalah realitas, dimana siswa dihadapkan dengan situasi dimana mereka harus menggunakan aktivitas horizontal mathematization. Treffer mengatakan bahwa pendekatan ini secara umum jarang digunakan dalam pendidikan matematika.
3.      Structuralist, atau ‘Matematika modern’, didasarkan pada teori himpunan dan game yang bisa dikategorikan ke horizontal mathematization tetapi di tetapkan dari dunia yang dibuat secara ‘ad hoc’, yang tidak ada kesamaan dengan dunia siswa.
4.      Realistic, yaitu pendekatan yang menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa melakukan aktivitas horizontal mathematization. Maksudnya siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentfikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Kemudian, dengan menggunakan vertical mathematization siswa tiba pada tahap pembentukan konsep.

Selain matematisasi, RME juga mempunya tiga prinsip umum yaitu:
1.      Guided Reinvention, yakni siswa perlu diberikan kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana suatu konsep matematika ditemukan. Siswa diberikan masalah nyata yang memungkinkan adanya berbagai penyelesaian dan selesaian.
2.      Didactical Phenomenology, yakni topik matematika disajikan berdasarkan aplikasi dan kontribusinya pada materi matematika selanjutnya.
3.      Self-Developed Model, yakni siswa mengembangkan model sendiri pada saat menyelesaikan masalah nyata.

Menggunakan masalah nyata sebagai titik awal belajar, menerapkan model sebagai jembatan antara real dan abstrak.mengikut sertakan siswa dalam proses pembelajaran yang demokratis dan interaktif merupakan ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan pendekatan RME, dimana karakteristik RME sendiri adalah sebagai berikut menurut Mayferani (Najib, 2011):
1.        Implementasi real konteks sebagai titik tolak belajar matematika Dalam RME, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata) sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.
2.         Implementasi model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau rumus. Model yang dimaksudkan dalam hal ini adalah model yang berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh peserta didik sendiri (self developed models). Peran self developed models adalah jembatan bagi peserta didik dari situasi real ke situasi abstrak atau dari Matematika informal ke Matematika formal. Artinya peserta didik membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.
3.        Menggunakan produksi dan konstruksi Streefland menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” peserta didik terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.
4.        Mengaitkan sesama topik dalam matematika Pengintegrasian unit-unit Matematika dalam RME adalah essensial. Dalam mengaplikasikan Matematika diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.
5.        Implementasi metode interaktif dalam belajar Matematika Dalam RME, interaksi antarpeserta didik dengan guru merupakan hal yang mendasar. Bentuk-bentuk interaksi tersebut berupa negosisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi yang digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal peserta didik.
Bedasarkan penjelasan diatas, Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang 'real' bagi siswa, berdiskusi dan berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok yang akan membantu siswa berfikir, mengkomunikasikan 'reasoningnya', melatih suasana demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain. Dengan RME juga siswa akan dapat berfikir lebih real atau tidak abstrak lagi dalam menyelesaikan masalah dan menerima materi matematika. RME merupakan salah satu solusi masalah berfikir yang masih abstrak pada siswa dalam pembelajaran matematika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar